Postingan

Asas Pemerintahan

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, Hukum Administrasi Negara mengenal asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB). Seperti Asas Kepastian Hukum, asas Asas Kepentingan Umum, Asas Keterbukaan, Asas Kemanfaatan, Asas Ketidakberpihakan/Tidak Diskriminatif, Asas Kecermatan, Asas Tidak Menyalahgunakan Wewenang, Asas Pelayanan Yang Baik, Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, Asas Akuntabilitas, Asas Proporsionalitas, Asas Profesionalitas dan  Asas Keadilan.  Didalam praktek Hukum Acara Administrasi Negara di PTUN, asas-asas ini menjadi landasan didalam menilai putusan pejabat TUN yang telah dikeluarkan. Dengan asas inilah maka hakim kemudian mempertimbangkan gugatan di PTUN.  Irisan AUPB selain dikenal didalam hukum acara administrasi di PTUN juga menjadi penilai Penting ditengah masyarakat. Bagaimana putusan pejabat TUN mencapai Keadilan.  Didalam berbagai putusan pejabat TUN yang kemudian menjadi perhatian berbagai kalangan, dapat saja berbagai asas yang digunakan...

Hak Milik (5)

Setelah membicarakan tentang hak milik terhadap Tanah, maka juga dibahas tentang “Tanah terlantar”.  Sebagaimana diatur didalam penjelasan Pasal UU No. 5 Tahun 1960 dijelaskan “Tanah diterlantarkan kalau dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan daripada haknya.  Didalam PP No. 20 Tahun 2021 sebagai turunan  27, Pasal 34, dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 maka terhadap Tanah yang tidak dimanfaatkan” atau “Tanah yang telah terdaftar atau belum terdaftar yang sengaja tidak diusahakan”  maka “Obyek Tanah terlantar”.  Semangat diterbitkannya PP Tanah Terlantar untuk memenuhi ketentuan Pasal 180 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Dan Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Makna ini menegaskan Pasal 27 UUPA memang mencantumkan “hak milik hapus apabila karena ditelantarkan”. Pasal 7 ayat 2 UU Cipta kerja justru menegaskan “hak milik yang menjadi Obye...

Hak Milik (4)

Walaupun hak milik jelas tercantum didalam Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang tegas mencantumkan Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang­wenang oleh siapa pun”, yang kemudian diatur didalam Pasal 29 (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya dan pasal 36 UU Pokok-Pokok Agaria yang mencantumkan “Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum, namun hak milik bukanlah hak yang mutlak.  Didalam Pasal 27 UU No. 5 Tahun 1960 juga disebutkan hak milik dapat hapus.  Sebagaimana dijelaskan didalam Pasal 27 UU No. 5 Tahun 1960, hak milik dapat hapus apabila tanahnya jatuh kepada Negara, karena pencabutan hak, karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya, karena diterlantarkan, karena disebabkan tertentu  d...

Hukum Agaria (3)

Gambar
Sebagaimana telah dijelaskan didalam edisi terdahulu, hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.  Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Selain itu peralihan hak seperti Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik  juga diakui.  Hak milik hapus bila tanahnya jatuh kepada Negara, karena pencabutan hak demi kepentingan umum, karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya, karena diterlantarkan dan tanahnya musnah.  Pengaturan pencabutan hak Atas Tanah demi kepentingan umum diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku. Seperti Pembangunan jalan ataupun fasilitas umum demi kepentingan umum.  Disebabkan Tanah terlantar apabila Tanah yang telah menjadi hak miliknya kemudian tidak diurus, tidak ditandai ataupun sa...

Kurang Pihak

Walaupun Hak Penggugat untuk menentukan siapa yang harus digugat sebagaimana didalam Putusan MA No.  305 K/Sip/1971 namun didalam berbagai putusan Pengadilan ataupun didalam Putusan Mahkamah Agung, seringkali disebutkan gugatan kurang pihak.  Didalam berbagai yurisprudensi sering yang disebutkan sebagai kurang pihak adalah pihak-pihak yang harusnya ditarik sebagai tergugat namun didalam gugatannya kemudian tidak dilibatkan dalam perkaranya.  Sebagaimana didalam Putusan MA No. 437 K/Sip/1973, tanggal 9 Desember 1975 disebutkan “Karena tanah-tanah sengketa sesungguhnya tidak hanya dikuasai oleh Tergugat I sendiri tetapi bersama-sama dengan saudara kandungnya, seharusnya gugatan ditujukan terhadap Tergugat I bersaudara bukan hanya terhadap Tergugat I sendiri, sehingga oleh karena itu gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima.  Atau dapat juga dilihat didalam Putusan MA No. 503 K/Sip/1974, tanggal 12 April 1977 yang menyebutkan “Karena yang berhak atas tanah sengk...

Turut Tergugat

Gambar
Didalam gugatan Perdata, seringkali ditemukan istilah “turut tergugat”.  Walaupun menurut hukum acara Perdata dan berbagai yurisprudensi Mahkamah Agung, hak para penggugat untuk menarik para pihak didalam perkara di Lapangan hukum acara Perdata, namun apabila tidak tepat menarik para pihak didalam perkara maka mengakibatkan secara hukum. Didalam uraian perkara (posita), para penggugat harus menguraikan hubungan hukum antara para penggugat dengan “turut tergugat”. Ataupun hubungan hukum antara para tergugat dengan “turut tergugat”.  Menurut Putusan MA No. 98/1952 disebutkan “bahwa dalam gugatan pihak penjual tanah tambak tidak ditarik sebagai “Turut Tergugat”.  Begitu juga Putusan MA No. Mahkamah Agung No.45 K/Sip/1954 menerangkan “Gugatan A terhadap B agar jual beli antara B dan C dibatalkan tidak dapat diterima, karena C tidak ikut digugat”.  Lihat juga Putusan MA No.439 K/Sip/1960, yang menyebutkan “Gugatan terhadap pihak ketiga yang menguasai harta warisan u...

Hukum Islam (5)

Selain telah diterapkan Pengadilan agama didalam lingkup peradilan di Indonesia, berbagai regulasi juga telah mengatur tentang tatacara, mekanisme hukum Islam didalam hukum Nasional.  Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, maka pengelolaan perbankan menggunakan hukum Islam telah menjadi hukum nasional.  Berbagai istilah yang dikenal didalam hukum Islam seperti bank Syariah, prinsip Syariah, akad, akad wadi’ah, Akad mudharabah, transaksi sewa-menyewa (ijarah), sewa beli (ijarah muntahiya bittamlik), transaksi jual beli (murabahah, salam, dan istishna), transaksi pinjam meminjam (qardh) atau transaksi sewa-menyewa jasa (multijasa) kemudian dijelaskan didalam UU No. 21 Tahun 2008.  Didalam UU No. 21 Tahun 2008 telah dijelaskan yang dimaksudkan dengan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.  Prin...

BERITA