Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2022

Perkawinan Adat (3)

Melanjutkan tema tentang perkawinan adat dapat juga ditemukan didalam Putusan  Merauke.  Pentingnya pengaturan perkawinan adat juga menentukan harta warisan.  Sebagaimana dijelaskan mengenai harta warisan menurut Hukum Perdata, tidak otomatis harta yang ditinggalkan oleh Pewaris adalah Harta Warisan. Untuk mengetahui dan memastikan mengenai apakah harta yang ditinggalkan tersebut merupakan bagian dari Harta Warisan atau tidak, maka perlu diketahui terlebih dahulu status hukum Perkawinannya dan hal-hal lain yang membebani harta yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia tersebut;  Sebagaimana diketahui status Hukum Perkawinan menurut KUHPerdata terdiri dari tiga golongan. Yang pertama adalah Perkawinan yang dilangsungkan dengan Perjanjian Kawin bahwa antara suami istri yang bersangkutan tidak ada percampuran harta benda atau harta kekayaan.  Kedua, Perkawinan yang dilangsungkan dengan Perjanjian Kawin bahwa antara suami istri yang bersangkutan ada percampuran harta ben

Perkawinan Adat (2)

Perhatian penuh terhadap perkawinan adat juga ditemukan di Pengadilan Atambua.  Didalam putusannya, disebutkan hubungan kemenakan dengan Anak kandung HUKUM ADAT WC WEHALI yang bertanggung jawab atas urusan adat kelahiran, pertunangan, perkawinan maupun kematian.  Istilah Hukum Adat Wc Wehali disebut Sae Uma sehingga secara adat Wc Wehali secara sah dan tinggal dirumah Para Tergugat selama dua minggu baru kembali ke rumah Penggugat.  Terhadap pelanggarannya dijatuhi sanksi adat (denda adat)  berupa Taka oda matan (tutup pintu) 40 (empat puluh) keping perak yang kalau dirupiahkan satu keping Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) sehingga 40 keping x Rp 1.000.000 = Rp 40.000.000 (empat puluh juta rupiah), Feto laen (pengganti suami) 1 (satu) ekor kuda jantan, kalau di uangkan Rp 5.000.000 (lima juta rupiah) Hatais hadia (penutup malu) satu helai kain adat, Oko sasoro (hak bertahan hidup dan hak tumbuh kembangg/biaya makan minum anak dari umur nol tahun sampai dengan umur 18 tahun.  Hamas Hik

Perkawinan Adat

Perkawinan Adat Diluar wewenang Pengadilan Agama yang mengatur tentang perkawinan Islam, Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung juga memberikan perhatian penuh tentang perkawinan adat.  Perkawinan adat digunakan hakim untuk memastikan hak-hak keperdataan dari sang istri apabila perkawinan menurut adat tidak didaftarkan di instansi Pemerintah.  Sebagaimana diketahui, berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Maumere Nomor 42/Pdt.G/2015/PN Mme menyebutkan bahwan Pengadilan Maumere menyatakan sah perkawinan menurut hukum adat.  Mekanisme sekaligus terobosan Mahkamah Agung didalam mengatasi kebuntuan proses administrasi kependudukan.  Didalam Pertimbangan Mahkamah Agung disebutkan “bahwa oleh karena hubungan pihak laki-laki dengan pihak perempuan didasarkan kepada adat istiadat yang dipenuhi nilai-nilai sakral tanpa paksaan dan sukarela, maka pemberian belis oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan pada waktu keduanya masih hidup bersama dalam satu rumah berdasarkan ikatan adat, dapat di

Hukum Waris Adat (2) 

Melanjutkan edisi tentang pembagian waris berdasarkan hukum adat, lagi-lagi Mahkamah Agung mengikuti perkembangan zaman.  Begitu pentingnya pembagian waris adat juga mengikuti perkembangan zaman. Lihatlah putusan Mahkamah Agung No. 179 K/Sip/1961 yang menyebutkan “Mahkamah Agung atas rasa kemanusiaan dan keadilan umum serta atas hakekat persamaan hak antara wanita dan pria, menganggap sebagai hukum yang hidup di seluruh Indonesia, jadi juga di tanah Karo, bahwa seorang anak perempuan harus dianggap sebagai ahli waris dan berhak menerima bagian dari harta warisan orang tuanya. Walaupun sistem kekerabatan didalam sistem hukum adat yang menentukan arah pembagian warisan, namun lagi-lagi Mahkamah Agung Tetap mengikuti perkembangan zaman sebagaimana putusan Mahkamah Agung No. 100 K/Sip/1967 yang menyebutkan “Mengingat pertumbuhan masyarakat dewasa ini menuju ke arah persamaan kedudukan antara pria dan wanita dan pengakuan janda sebagai ahli waris, Mahkamah Agung membenarkan pertimbangan

Hukum Waris Adat (2)

Walaupun Indonesia dikenal sebagai sistem hukum Eropa kontinental yang ditandai dengan istilah Rechtstaat yang termaktub didalam UUD 1945 sehingga mengenai pembagian warisan kemudian diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang diadopsi dari sistem hukum, Indonesia juga mengenal pembagian warisan berdasarkan hukum adat.  Didalam praktek berbagai ketentuan hukum adat yang Masih dikenal masyarakat sekaligus masih dipraktekkan maka dapat menjadi dasar didalam pembagian waris adat.  Lihatlah putusan Mahkamah Agung No. 932 K/Sip/1971 yang tegas menyatakan “hak para Penggugat untuk menuntut pembagian Harta Warisan dari almarhum orang tuanya, menurut hukum adat, tidak lenyap atau tidak hilang haknya, karena alasan kadaluwarsa”.  Putusan ini kemudian diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung No.157 K/Sip/1975 yang menyebutkan “Hak Penggugat untuk mengajukan gugatan atas sebidang tanah yang telah lama dikuasai oleh Tergugat, menurut Hukum Adat tidak terkena kadaluwarsa.  Bahkan Mahka